r?
Sejumlah pakar meyakini Presiden Joko Widodo masih membutuhkan kendaraan politik baru untuk mengamankan “kepentingan yang belum tuntas di dua periode kepemimpinan sekaligus melindungi karier politik anak-anaknya” setelah lengser pada Oktober 2024 mendatang.
Kendaraan politik baru itu, kata pengamat politik, mengarah kepada Partai Golkar usai memburuknya hubungan Jokowi dengan PDI-Perjuangan belakangan ini.
Akan tetapi bukan hal mudah menduduki posisi strategis di partai yang memiliki banyak faksi dan ajeg terhadap aturan internal.
Sebelumnya Presiden Jokowi pernah mengungkapkan rencananya setelah tak lagi menjabat. Dia berkata akan kembali ke Kota Solo, Jawa Tengah, sebagai rakyat biasa.
Adapun Ketua DPP Partai Golkar, Dave Laksono, menyebut Golkar selalu terbuka bagi siapapun masuk ke dalam partai untuk mengabdi dan bekerja demi kebesaran partai.
Apakah Jokowi perlu kendaraan politik baru?
Mendekati akhir jabatan sebagai presiden Indonesia, pertanyaan yang kian mengemuka adalah apakah Jokowi akan melanjutkan karier politiknya atau menjadi rakyat biasa.
Dalam dua kali pernyataannya ke publik pada November 2022 dan Januari 2024, Jokowi berkata akan kembali ke kota kelahirannya di Solo, Jawa Tengah, dan menjadi rakyat biasa.
Selain itu, dia juga ingin terlibat dalam kegiatan di sektor lingkungan.
“Ya jadi rakyat biasa, hehehe… kembali, kembali ke mana? Ke Solo,” jawab Jokowi di hadapan wartawan pada akhir Januari silam.
Tapi sejumlah pengamat politik mengaku ragu dengan pernyataan itu.
Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Devi Darmawan, menilai Presiden Jokowi tetap membutuhkan kendaraan politik baru untuk membuat perjalanan politiknya menjadi lebih berarti.
Utamanya, bagaimana mengamankan proyek raksasa nan ambisius Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Seperti diketahui IKN Nusantara merupakan warisan terbesar Jokowi karena diklaim menjadi solusi atas ketimpangan pembangunan di Indonesia. Juga, diharapkan memberikan pemerataan ekonomi.
Karena itulah pembangunan IKN dikebut sehingga Presiden Jokowi ditargetkan siap berkantor di sana pada Juli 2024.
Selain terkait IKN, pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Ahmad Atang, mengatakan Jokowi masih membutuhkan partai politik demi menjaga karier politik anak-anaknya.
Pasalnya setelah secara de facto Gibran Rakabuming Raka – anak sulung Jokowi, kini cawapres – keluar dari PDI Perjuangan, masa depannya di kancah politik menjadi tak pasti.
Itu mengapa, menurut Dr. Ahmad Atang, Jokowi akan menggunakan pengaruhnya agar mendorong putra sulungnya itu masuk dalam bursa calon Ketua Umum Golkar.
“Jadi ke depan mungkin langkah politiknya bukan di dirinya sendiri, tapi anaknya yang perlu diproteksi supaya kerier ke depan jadi lebih baik,” ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Mengapa Golkar?
Dr. Ahmad Atang mengatakan melihat relasi antara Jokowi dengan PDI Perjuangan yang tak kunjung membaik, maka kemungkinan besar Jokowi akan berlabuh ke Partai Golkar.
Pengamat politik dari CSIS, Nicky Fahrizal, sependapat.
Kata dia, hubungan Jokowi dengan Golkar belakangan ini harmonis dan kalau berkaca pada kebijakan-kebijakan yang dilahirkan Jokowi yang pro pada pembangunan dan infrastruktur, maka secara ideologi lebih dekat ke partai berlambang pohon beringin tersebut.
Namun masalahnya, menurut Devi Darmawan, tidak mudah bagi orang luar seperti Jokowi menduduki posisi strategis di Golkar.
“Dan Golkar punya aturan internal partai yang mengatur bagaimana cara memilih Ketua Umum dan syarat-syarat bisa menjadi Ketum.”
“Itu semua sudah terlembaga secara baik. Jadi enggak mudah bagi Jokowi menduduki posisi Ketua Umum Golkar misalnya, meski Jokowi bisa saja mengatakan saya punya tingkat popularitas lebih tinggi.”
“Tapi hal itu tidak cukup meyakinkan pengurus di tingkat pusat dan elit politik di Golkar supaya menerima dengan mudah.”
Merujuk pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar mengatur bahwa syarat menjadi ketua umum di antaranya, ialah pernah menjadi pengurus Golkar tingkat pusat atau organisasi pendiri atau yang didirikan Golkar setidaknya satu periode dan didukung minimal 30% pemilik suara.
Kemudian, aktif sebagai anggota Partai Golkar setidaknya lima tahun dan tidak pernah menjadi anggota partai politik lain.
Calon ketua umum juga disyaratkan pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan kader Golkar.
Devi mengatakan, aturan itu layaknya konstitusi yang mesti dijunjung tinggi. Untuk mengubahnya pun, nyaris mustahil karena harus menggelar musyawarah luar biasa.
“Agak tidak bijak kalau ada semacam jalan yang diberikan elit politik ke Jokowi untuk masuk.”
“Meskipun bisa saja mengingat situasi politik yang dinamis, bisa saja dalam satu malam orang luar menjadi ketua umum.”
Di internal partai, ada beberapa nama yang muncul untuk menjadi pengganti Airlangga Hartarto. Di antaranya Ketua Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Adapun nama Gibran Rakabuming Raka mencuat dan turut berpeluang menjadi ketua umum, menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari, yang merupakan pendukung pasangan capres-cawapres nomor urut dua tersebut.
Pengamat politk CSIS, Nicky Fahrizal, menyebut dari ketiga kandidat internal itu memang tidak ada figur populer dan bisa menyatukan faksi-faksi di dalam partai.
Di sinilah peluang Jokowi untuk masuk.
“Seandainya ada kebutuhan figur yang populer dan menyatukan, ya bisa jadi Jokowi masuk mengambil kesempatan itu. Jadi yang diharis bawahi adalah kebutuhan apakah Golkar membutuhkan figur yang kuat untuk menggantikan Airlangga?”
Apa reaksi Partai Golkar?
Ketua DPP Partai Golkar, Dave Laksono, mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa Golkar selalu terbuka bagi siapapun masuk ke dalam partai untuk mengabdi, bekerja demi kebesaran partai.
Sementara Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar, Aburizal Bakrie, berkata Jokowi atau Gibran bisa bergabung menjadi kader Golkar. Tapi belum tentu menjadi ketua umumnya.
Golkar, sambung Ical, punya AD/ART yang mengatur syarat jadi ketua umum. Kendati demikian sambungnya, ada jalan lain bagi Jokowi dan Gibran untuk menduduki kursi tertinggi di partainya.
Yakni jika Golkar di semua provinsi menginginkan Jokowi atau Gibran menjadi ketua umum, atau dengan mengubah aturan AD/ART di internal partai.
Perubahan AD/ART mungkin saja, katanya. Asalnya harus mendapat persetujuan dari pengurus Golkar dari semua provinsi di Indonesia.
“[Ubah AD/ART untuk Jokowi atau Gibran jadi ketua umum Golkar] ya mungkin saja kalau mau,” ucap Ical di Nusa Dua, Badung, Bali, seperti dilansir Detik.com.
“Atau kalau mau jadi ketum, [harus kaderisasi selama lima tahun] ya dong. Namanya juga organisasi.”
Rencananya, pemilihan ketua umum ini akan berlangsung pada Musyawarah Nasional pada Desember 2024 mendatang.
Sementara itu usulan agar Jokowi menggantikan Airlangga Hartarto sudah dilontarkan kalangan internal partai, salah satunya anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Ridwan HIsjam.
Projo: ‘Itu pilihan Pak Jokowi’
Ketua Badan Pemenangan Pilpres relawan Pro Jokowi (Projo), Panel Barus, mengatakan hingga saat ini belum ada pembicaraan dengan Presiden Jokowi mengenai langkah politiknya ke depan.
Kalaupun akhirnya Jokowi berlabuh ke partai lain, katanya, pasti akan didiskusikan dengan Projo. Sebab keputusan itu akan berdampak pada kelompok relawan.
“Yang pasti akan ngobrol, kita akan tanya, kita minta arahan… apa arahan politik Bapak untuk Projo?”
“Saya pribadi sih melihatnya itu pilihan Pak Jokowi. Tugas Projo kan mengawal pemerintahan Jokowi dari awal sampai akhir dan sukses.”
Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie, juga berkata “keputusan [masuk Golkar atau tidak] tentunya berpulang ke Pak Jokowi.”
Tapi terlepas dari itu semua, pengamat politik Ahmad Atang mengatakan akan lebih elegan jika Presiden Jokowi mengakhiri kepemimpinannya dengan tidak lagi cawe-cawe ke partai politik manapun.
Pasalnya dua periode menjabat sebagai presiden merupakan puncak kariernya yang berharga.
Pengamat politik dari BRIN, Devi Darmawan juga sepakat. Ia berharap Jokowi meniru apa yang dilakukan mantan presiden AS, Barack Obama, yang menjadi orang biasa setelah lengser.
“Obama setelah lengser tidak lagi terlibat di tata kelola pemerintahan. Tapi menjadi pengamat dan memberikan pendapat serta mengarahkan sebagai orang yang tidak lagi menjadi bagian praktisi politik,” ujar Devi.
“Kita harap Jokowi bisa memberikan masukan-masukan positif dalam tata kelola pemerintahan secara baik, bukan jadi bagian praktisi politik yang masih hendak menggolkan kepentingan tertentu.”
“Jokowi juga tidak perlu takut akan diserang oleh lawan politiknya ketika sudah tidak menjabat. Itu ketakutan yang tidak perlu.” https://selesaisudah.com/